IT’S OK TO BE NOT OK

02.15 0 Comments A+ a-

 

**

Zahra termenung, muram, sedih, beberapa hari ini susah tidur. Zahra sudah berusia 27 tahun, sudah lulus S-1 Ekonomi 3 tahun yang lalu. Sayangnya belum mendapatkan pekerjaan juga. Dia menyambung hidup dengan ikut program magang, dari satu program ke program berikutnya. Sementara teman-temannya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih bagus, atau sudah menjadi manager, atau sudah bergabung dengan start-up yang menjanjikan.

Zahra sampai tidak berani datang ke acara makan-makan dan nongkrong bersama teman-teman seangkatan di universitas. Dia malu, setiap kali ditanya,”Lu sekarang kerja di mana?”

Zahra menutup diri, mengisolasi. Dia menjalankan tugas-tugas internshipnya, kemudian jam 5 sore teng, dia menutup laptopnya, dan menghibur dengan kesendiriannya di kamar kos, dia tak mampu keluar rumah jalan-jalan ke mall seperti temannya. Akhirnya dia banyak merokok, bahka kadang minum bir, dalam kesendiriannya, di malam yang dingin dan menyakitkan. Zahra tidak berani menceritakan hal ini ke orang lain, malu, takut diledek, tidak punya keberanian.

**

Situasi Zahra mungkin saja dialami beberapa anak muda lainnya. Mereka malu dengan phase kehidupan mereka, di mana meraka menganggap dirinya belum berhasil. Akibatnya menutup diri.

Padahal "It’s ok to not be ok".

Kita semua perlu memberikan dukungan kepada orang-orang yang mengalami tantangan emosional atau mental. Seseorang tidak harus merasa baik, dan kalau kita memang sedang berjuang , feeling down secara emosional atau mental itu adalah hal yang normal dan dapat diterima.

Kita semua perlu embantu seseorang merasa tenang ketika mereka mengalami kesulitan emosional atau mental. Misalnya, jika Kita melihat seorang teman sedang sedih atau depresi, Kita dapat mengatakan "It’s ok not be ok" kepada mereka. Ini berarti Kita menawarkan dukungan emosional dan bahwa perasaan mereka normal.

**

Zahra, atau mereka yang masih muda, dan memerlukan bantuan, juga tidak perlu malu.

Angaplah bahwa hidup ini adalah perjalanan mendaki gunung. Sangat wajar kalau dalam pendakian pertama, kita masih merasa hilang dan tersesat. Saat melihat pendaki gunung lain yang turun gunung dari arah berlawanan, it is okay untuk menanyakan jalan yang tepat, kan mereka sudah tahu, setelah mereka pulang, mungkin saja sebelumnya mereka tersesat untuk menuju ke puncak.

So, it is okay to ask and get help.

**


Membicarakan kesehatan mental Kita mungkin terasa sulit, terutama saat Kita merasa sedih, khawatir, atau cemas. Namun, berbicara dengan seseorang tentang perasaan Kita dapat membantu Kita melihat sesuatu secara berbeda dan menemukan jalan keluar.

**

Kapan harus berbicara dengan seseorang

Kesehatan mental yang baik tidak berarti selalu merasa bahagia atau positif. Setiap orang memiliki suka dan duka, dan kita semua terkadang bisa merasa stres atau khawatir. Namun, ketika perasaan-perasaan tersebut mulai memengaruhi kehidupan sehari-hari Kita, itu bisa menjadi tkita bahwa Kita membutuhkan dukungan. Menyadari saat Kita sedang berjuang adalah langkah pertama, dan menghubungi seseorang dapat membuat perbedaan besar.

**

Pilih siapa yang akan diajak bicara

Mulailah dengan memikirkan siapa yang bisa Kita ajak bicara. Luangkan waktu sejenak untuk menuliskan beberapa orang yang Kita percaya di ponsel atau selembar kertas. Mungkin teman, anggota keluarga, atau kolega yang dekat dengan Kita, atau Kita mungkin merasa lebih mudah untuk terbuka kepada seseorang yang tidak terlalu Kita kenal. Saat Kita memutuskan siapa yang akan diajak bicara, beri tahu mereka jenis dukungan apa yang Kita inginkan. Mereka mungkin akan bertanya atau meminta sesuatu kepada Kita juga. Ingatlah bahwa tidak semua orang akan merasa mampu memberikan dukungan yang Kita butuhkan.

Jika orang yang Kita pilih tidak merasa mampu mendukung Kita, jangan anggap ini sebagai hal yang pribadi. Mungkin ada berbagai alasan mengapa mereka belum siap. Pertimbangkan kembali siapa lagi yang menurut Kita mungkin bermanfaat untuk diajak bicara.

**

Rencanakan apa yang ingin Kita katakana

Sebelum berbicara, luangkan waktu sejenak untuk memikirkan apa yang ingin Kita katakan. Menuliskan beberapa pemikiran di ponsel atau selembar kertas dapat membantu. Kita tidak harus mengatakan semuanya sekaligus. Mulailah dengan mengatakan, "Saya merasa [stres/khawatir/cemas] dan saya hanya butuh seseorang untuk diajak bicara." 

Memilih waktu dan tempat yang tepat juga dapat membantu. Beberapa orang merasa lebih mudah berbicara sambil berjalan, di dalam mobil, atau melakukan sesuatu seperti memasak. 

Ini dapat membuat percakapan terasa lebih alami dan mengurangi tekanan pada kontak mata, yang sulit bagi sebagian orang. Berbicara di telepon juga dapat membantu. Usahakan mengobrol ketika Kita berdua punya waktu, agar tidak terasa terburu-buru. Namun, jangan biarkan kesempatan yang tepat menghalangi Kita untuk berdiskusi!

*


Memulai Percakapan

Setelah Kita memilih seseorang, beri tahu mereka apa yang Kita butuhkan dari percakapan tersebut. Kita mungkin menginginkan saran, dukungan, atau sekadar seseorang untuk mendengarkan. Tidak masalah untuk memberi tahu mereka hal itu.

Ajak mereka untuk bertanya, percakapan berjalan dua arah dan mereka mungkin juga menghargai kesempatan untuk berbicara dengan Kita.

*

Communication Tips

Ada beberapa tips yang bisa kita pertimbangkan untuk melakukan diskusi tersebutL

- Jujur: Bicaralah berdasarkan pengalaman Kita; gunakan pernyataan "saya" (misalnya, "Saya merasa cemas...").

- Gunakan Bahasa yang Jelas: Jelaskan perasaan dan pengalaman Kita.

- Mintalah Apa yang Kita Butuhkan: Entah itu mendengarkan, memberi saran, atau membantu menyelesaikan tugas.

- Bersiaplah untuk Reaksi: Orang mungkin merespons dengan terkejut, empati, atau ragu, atau bisa juga langsung memberikan nasihat.

Tidak apa, kita harus percaya, dengan didengarkan, sebenarnya sudah satu Langkah kemajuan, kalau ternyata mendapatkan saran yang postif, Alhamdulillah, kita mencapai tujuan kita.

**

Salam Hangat


Pambudi Sunarsihanto