How to set Boundaries with your Team

16.08 0 Comments A+ a-

Thalia bekerja di sebuah perusahaan teknologi di Jakarta sebagai internal audit. Dia perform dengan sangat bagus, dan dia menikmati kehidupannya. Suaminya adalah seorang investor saham, dan menghabiskan waktunya sehari hari, di rumah mereka di Cikarang. Dia bekerja keras, berjam-jam setiap hari, tapi karena kecerdasan financialnya, dia mempunyai pendapatan yang lebih dari cukup untuk kehidupan mereka. Thalia lebih suka kos di Jakarta, lebih happy, lebih produktif. Seorang mentornya mengajarinya (Live Closer, Start Earlier and Perform Better). Mereka bertemu setiap Sabtu Minggu dengan happy, karena mereka jadi kangen setelah berpisah selama lima hari kerja,

Everything is running well for her life. Dengan kebahagiaan itu, dia memutuskan untuk “child-free” (tidak ingin mempunyai anak). Dia melihat kehidupan orang lain, yang lebih repot, rumit, ribet, dan resek. Thalia mempunyai dua keponakan yang lucu-lucu di dekat rumahnya di Bekasi. Setiap kali mereka kangen anak-anak mereka, dia datang ke mereka, bermain dengan mereka, memanjakan mereka, membelikan banyak mainan buat mereka. And she is happy!

 

Leader Thalia saat ini Bernama Ruddy, seorang General Manager marketing, dengan performa yang sangat bagus, mempunyai istri dan 3 anak yang sangat Bahagia. Sebagai atasan yang baik, Ruddy sering mengapresiasi Thalia, dan melakukan coaching yang meningkatkan kinerjanya. Sebagai seorang yang sangat religious, Ruddy juga sering menasihati Thalia, “Sebaiknya kamu tetap mempunyai anak. Itu takdir kita sebagai manusia. Dengan mempunyai anak, kita bisa membesarkan mereka, mengajari mereka nilai-nilai agama yang baik, dan mendidik generasi berikutnya yang lebih baik.”

Karena seringnya Ruddy melakukan hal itu, lama-lama Thalia, merasa terganggu. Dia tidak nyaman lagi berdiskusi dengan Ruddy (he keeps doing it, dan gak mengerti bahwa Thalia gak merasa nyaman).  Thalia tidak berani menyatakan ketidaksukaannya. Lama-lama Thalia merasa muak kalau bertemu dengan Ruddy. Akhirnya saat seorang headhunter menawarkan pekerjaan lain, Thalia dengan mudahnya mengundurkan diri, dan pergi begitu saja.

Ruddy kaget.

**

Apa yang sedang terjadi?

Ruddy memang performer yang baik, leader yang care, dan individu yang religious. Tetapi Ruddy lupa bahwa *sebagai atasan dia tetap harus menjaga jarak psikologis tertentu dengan anggota teamnya*. Mereka itu bukan anak kandung kita. Mereka juga bukan target dari seluruh nasihat kita tentang kehidupan. Kita berhak memberikan advise seputar pekerjaan dan karir professional. Tetapi belum tentu mereka menerima advise kita tentang kehidupan, pernikahan, agama, keluarga, atau aspek pribadi lain. Mestinya Ruddy tidak terlalu mancampuri hal-hal pribadi seperti itu.

*Sebagai leader, menjaga batas psikologis dengan anggota team itu sangat penting*

Mengapa?

 

a)  *Menghindari Konflik Kepentingan*: Batas psikologis membantu atasan menghindari konflik kepentingan yang dapat timbul ketika hubungan dengan anggota team menjadi terlalu dekat atau tidak profesional.

b) *Meningkatkan Produktivitas*: Dengan menjaga batas psikologis, atasan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, karena anggota team dapat fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka tanpa terganggu oleh hubungan yang tidak profesional.

c) *Menghindari Kesalahpahaman*: Batas psikologis dapat membantu menghindari kesalahpahaman atau salah paham antara atasan dan anggota team, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan efektif.

d) *Meningkatkan Kepercayaan*: Dengan menjaga batas psikologis, atasan dapat meningkatkan kepercayaan anggota team terhadap mereka, karena anggota team merasa bahwa atasan mereka profesional dan dapat dipercaya.


**


Kalau kita lihat di atas, ujung-ujungnya adalah pada communication and trust. Dan sebaiknya Ruddy, serta leader-leader yang lain dapat meningkatkan komunikasi, bukan hanya pada perhatian atau  oaching, tetapi membuat anggota team merasa nyaman, untuk menyampaikan pendapat dalam hal apapun. 

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan oleh leader untuk meningkatkan komunikasi dengan anggota timnya:

1. *Dengarkan Aktif dan berkomunikasi dengan terbuka*: Leader harus mendengarkan aktif apa yang dikatakan oleh anggota timnya, tanpa memotong atau menghakimi. Ini akan membuat anggota tim merasa didengar dan dihargai. Leader juga harus menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan transparan, di mana anggota tim merasa nyaman untuk berbagi ide, pendapat, dan kekhawatiran.

2. *Berikan feedback (Umpan Balik) dan tunjukkan empati*: Leader harus memberikan umpan balik yang konstruktif dan spesifik kepada anggota timnya, untuk membantu mereka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan.

3. *Tetapkan Tujuan yang Jelas*: Leader harus menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik untuk timnya, sehingga anggota tim tahu apa yang diharapkan dari mereka. Leader juga harus menunjukkan empati dan memahami kebutuhan dan kekhawatiran anggota timnya, sehingga mereka merasa didukung dan dihargai.

4. *Jujur dan Transparan*: Leader harus jujur dan transparan dalam komunikasi dengan anggota timnya, sehingga mereka dapat mempercayai dan menghormati leader.

5. *Ask for feedback (Minta Umpan Balik)*: Leader harus meminta umpan balik dari anggota timnya tentang gaya komunikasi dan kepemimpinan mereka, sehingga mereka dapat meningkatkan diri dan meningkatkan komunikasi.

 

**

Ujung-ujungnya apa? Terciptanya TRUST (rasa percaya antara leader dan anggota teamnya).

Jadi, bagaimana seorang leader bisa membina trust dan hubungan baik dengan anak buahnya?

Sebenarnya sederhana ... invest your time  time with them. Menginvestasikan waktu dengan mereka. Menganggap bahwa waktu yang leader investasikan dengan mereka juga adalah salah satu prioritasnya.

Terus apa yang harus dia lakukan bersama mereka?

Membangun kembali trust (kepercayaan) dan credibility dia sebagai seorang leader. Apa kriterianya? Ada rumus yang sangat sederhana, dari Ken Blanchard, ABCD. Able, Believable, Care dan Dependable.

Kita bahas satu persatu yuk ...

*ABLE*: Investasikan waktu kita dengan tim kita, tunjukkan ability kita.- Ability kita dalam kompetensi kita. Ability kita untuk mengelola dan mengembangkan bisnis kita. Ability kita untuk memimpin dan mengembangkan tim kita

**

*BELIEVABLE*: Kita harus bisa dipercaya. Mereka harus percaya bahwa kita mampu mengelola perusahaan ini, mampu mengembangkan perusahaan di masa depan, dan mampu mengembangkan karier mereka. Believable juga berarti kita leader dengan integrity yang tinggi yang menjadi role model yang baik bagi anak buah kita. Untuk itu kita harus menja konsistensi antara apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakana, dan apa yang kita kerjakan

**

*CARE*: Care about your people. Dengarkan mereka, perhatikan mereka, bantu mereka. Show your "care" with (not only words) but mainly actions.Remember actions are much more effective than thousand of words.

**

*DEPENDABLE*: Dependable berarti bahwa kita adalah leader yang mereka bisa andalkan:

- untuk membantu mereka dalam masalah mereka sehari hari

- membantu mereka dalam mengembangkan karier mereka

- menyelamatkan perusahaan kalau lagi krisis

- mengembangkan bisnis untu menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaan di masa depan.

 


**

Just remember, untuk membangun trust, credibility dan emotional bonding kita dengan team kita, kita harus menginvestasikan waktu kita dengan mereka dan melakukan ABCD...(ABLE, BELIEVABLE, CARE, DEPENDABLE) . Gampang untuk dihafal. Mudah dikerjakan? Tidak. Apakah mungkin dilakukan? Pasti bisa, kalau kita memang mempunyai kemauan yang kuat untuk membangun tim kita.

**

Salam Hangat

Pambudi Sunarsihanto