Kelembaman Energi

22.24 0 Comments A+ a-

Usai liburan biasanya enggan untuk memulai pekerjaan. Dalam ilmu Fisika disebut dengan Hukum Kelembaman (Inersia), seseorang yang menikmati liburan cenderung ingin melanjutkan kenikmatan tersebut dan memerlukan energi yang besar untuk memulai yang baru. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk bersemangat melakukan sesuatu dan menjadikan kita semakin produktif.

Salah satu cara yang sekarang sedang saya coba adalah Metode Ive Lee. Metode ini berawal dari seorang pengusaha baja dan perkapalan, Charles M Schwab. Lelaki yang pernah dijuluki “master hustler” oleh Thomas Alfa Edison karena terus-menerus ingin menjadi yang lebih unggul dalam setiap kompetisi ini merupakan orang terkaya pada tahun 1918.

Suatu hari, Schwab berusaha untuk meningkatkan efisiensi kerja timnya dengan meminta bantuan konsultan produktivitas pada saat itu, namanya Ive Lee. Lelaki terkaya ini membawa Ive Lee ke kantornya dan berkata “Tunjukan ke saya cara untuk menyelesaikan lebih banyak hal”. Sang konsultan menjawab “beri saya waktu 15 menit untuk ngobrol dengan semua eksekutifmu.”
“Berapa saya harus membayar?” Schwab bertanya. “Tidak perlu membayar, kecuali kalo nanti berhasil. Setelah 3 bulan, Anda bisa kirim saya cek dengan nilai yang menurut Anda sesuai dan layak”, jawab Ive Lee.

Setelah tiga bulan, Schwab sangat senang dengan kemajuan yang telah dicapai oleh timnya di perusahaan miliknya. Lalu dia menghubungi Lee dan mengundangnya untuk datang ke kantor untuk menuliskan cek sebesar $25.000 (Cek senilai USD 25.000 yang ditulis pada tahun 1918 nilainya sama dengan cek yang bernilai kurang lebih USD 400.000). Apabila dirupiahkan setara dengan 5,6 milyar. Wow, kerja ringan selama 3 bulan menghasilkan milyaran.

Mengapa saya sebut kerja ringan? Karena yang dilakukan Ive Lee hanya empat langkah sederhana. Pertama, setiap kali kita menyelesaikan seluruh pekerjaan kita, di sore hari tulislah enam hal yang paling penting untuk diselesaikan besok. Tidak boleh lebih dari enam hal.   Kedua, buatlah skala prioritas dari keenam hal tersebut di atas. Ketiga, keesokan harinya kerjakan dulu tugas pertama hingga tuntas sebelum berpindah ke pekerjaan nomor dua, demikian seterusnya. Keempat, sore harinya buat lagi daftar enam hal penting yang dikerjakan keesokan harinya. Apabila ada pekerjaan yang belum tuntas masukan pekerjaan tersebut ke dalam daftar 6 hal tersebut. Lakukan terus menerus secara konsisten.

Orang terkaya di zamannya saja percaya dengan metode yang terlihat sederhana ini dan bersedia membayar mahal karena hasil yang didapatkan, sehingga sepertinya metode ini sangat layak kita coba. Mau? Saya pun sedang mempraktekkannya. 

Leadership With Impact

01.42 0 Comments A+ a-

BERITA burung mengenai siapa calon wakil presiden, siapa yang akan menjadi pesaing presiden inkumben, semakin santer. Sampai terkadang kita lupa pada pokok permasalahan utama: siapa yang sanggup kita pasrahi tugas berat membawa rakyat Indonesia menuju keadaan yang lebih baik, maju dan berprestasi.
Bisakah presiden terpilih untuk 5 tahun mendatang menjaga kesehatan mental dan fisik seluruh rakyatnya? Bisakah ia mendorong motivasi rakyat untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya? Bisakah ia menjaga perputaran bisnis dari level paling rendah sampai level negara secara menguntungkan dan tidak menggerogoti sumberdaya negara? Bisakah ia memanfaatkan sumber daya manusia yang ada untuk mengelola negara dengan sikap dan mental yang baik sehingga rakyat lebih sadar untuk berkinerja baik, jujur dan bersih?
People make or break an organization, kata para ahli. Tidak sedikit bukti sejarah yang menunjukkan bagaimana seorang presiden dalam kinerjanya bisa merusak suatu negara. Karenanya kita perlu benar-benar berfikir dengan kepala dingin, bagaimana kiranya kinerja Presiden ini nanti dan apa dampak kepemimpinannya terhadap kita, rakyat dan negaranya secara keseluruhan. Inilah seninya, bagaimana sepasang pemimpin yang berada di menara gading dapat memberi dampak yang terasa di 13.000 pulau di Indonesia, ribuan suku bangsa, 260 juta rakyat Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Bagaimana caranya?
Prof Peter Saville, yang tidak henti-hentinya melakukan penelitian mengenai efektivitas kepemimpinan, mengungkapkan bahwa seorang pemimpin perlu dinilai dari dampak yang ia buat, bukan dari power, kharisma atau jabatannya. Misalnya saja kita harus melihat bukan sekedar pembangunan jalan Trans Papua, Trans Sumatra dan Jawa, tetapi bagaimana dampak pembangunan tersebut terhadap emosi dan mindset rakyatnya.
Saville membuat studi dengan membandingkan antara pemimpin yang tidak banyak membuat impact, dengan yang membuat impact. Ada 3 hal yang dianggap Saville sebagai fokus kepemimpinan, yaitu: professionalism, people dan pioneering. Ternyata dari hasil survei, perbedaan fokus ini memang membawa dampak yang berbeda. Pemimpin yang tidak terlalu membawa impact ternyata lebih dominan profesionalisme dan sedikit lebih unggul di people. Sementara yang membawa dampak besar adalah pemimpin yang bisa melakukan pioneering.
“Results matter”
Dengan kesulitan yang seribu satu macam jumlahnya, seorang pemimpin memang perlu menyusun strategi yang dapat menjadi solusi jitu serta langkah eksekusinya. Seorang pemimpin juga perlu memikirkan keseimbangan dalam memilih prioritas program sambil menghitung risiko dari program yang belum di prioritaskan.
Rapor kinerja seperti angka kemiskinan, daya saing tenaga kerja, daya jual para professional, utang negara dan lainnya akan terus berjalan. Selain itu, rakyat perlu merasakan dengan nyata apakah pemimpin ini benar-benar bisa mewujudkan public services seperti perbaikan transportasi, jaminan layanan kesehatan, dan pendidikan secara nyata.
“The road ahead”
Warren Buffett mengatakan “In the business world, the rear-view mirror is always clearer than the windshield.” Inilah kenyataan yang kita hadapi. Inilah juga penyebab mengapa orang lebih sering melihat masa lampau daripada menghadapi masa depan. Jalan ke depan memang tak pasti, tetapi dalam era di mana analisis prediktif bisa kita dapatkan, kita pun bisa berharap bahwa pemimpin mampu melakukan analisis dan membawa rakyatnya bergerak maju.
Rakyat perlu melihat bagaimana pemimpin yang menjadi panutannya mampu menghadapi kompleksitas masa depan yang modern ini. Rakyat berharap pemimpin dapat menerjemahkan ketidakpastian ke dalam bimbingan yang lebih jelas, visi dan komitmen yang solid. Rakyat membutuhkan pemimpin dengan sense of purpose dan arahan yang jelas.
Keputusan-keputusan harus membawa dampak pada ketenangan rakyat. Inilah yang oleh Prof Saville disebut dengan pioneering, di mana pemimpin bisa mengarahkan energi pengikutnya ke arah purpose yang dikehendaki. Pemimpin harus menyebarkan kejelasan misinya, bisa berbagi mengenai perkembangan yang ada dan akhirnya menularkan growth mindset kepada pengikutnya.
“Get things done through other people”
Aspek yang tidak kalah pentingnya agar seorang pemimpin dapat membawa impact yang besar adalah pada caranya bekerja melalui orang lain. Jadi, efektivitasnya justru akan terlihat melalui timnya.
Dalam kasus presiden sebagai pemimpin, kita langsung bisa menyaksikan, apakah para menteri beserta eselon yang bekerja di bawahnya bisa berkoordinasi dan berkomunikasi satu sama lain. Attitude is just as contagious as a yawn. Seorang pemimpin yang ingin berpengaruh di kalangan rakyatnya juga perlu mencontohkan dengan jelas bagaimana ia bersilaturahim, memahami kegiatan rakyatnya dan mampu bermain peran dengan tepat pada setiap situasi.
Rasa cinta yang timbul pada rakyat, sebagai dampak dari sikap yang positif dan konsisten pemimpin, bisa mempengaruhi prinsip-prinsip dan visi yang dikumandangkan oleh pemimpinnya. Hubungan pemimpin dan rakyatnya tidak dibangun di ruang-ruang rapat atau pertemuan resmi, tetapi justru di jalan atau momen-momen informal.
“Leaders in action”
Di saat ketika banyak kepintaran manusia bisa digantikan mesin, kita sering lupa bahwa kinerja pemimpin tetap perlu terlihat oleh pengikutnya. Rakyat perlu menyaksikan bagaimana pemimpinnya melakukan upayanya.
Bigger results come from bigger efforts. Pemimpin juga perlu menunjukkan keberhasilan kolaborasinya. Dengan demikian pemimpin harus berhasil menggeser norma-norma professional atau norma bekerja pengikutnya. Ekspertis, eksekusi, cara mengelola risiko perlu dibuktikan dan dilihat nyata oleh pengikutnya.


Experd

MENGAPA KITA TETAP MERASA BENAR WALAUPUN SEJATINYA SALAH ?

07.05 0 Comments A+ a-



Pada tahun 1894, sebuah surat yg telah disobek2 ditemukan di keranjang sampah oleh staf dari seorang Jendral Prancis. Maka dilakukanlah investegasi besar2an untuk mengetahui siapa yg lewat bukti surat itu telah menjual rahasia militer Perancis ke pihak Jerman. Dan kecurigaan kebanyakan orang mengarah pada Letkol. Alfred Dreyfus.

Dreyfus tidak punya track record yg tercela, tidak juga punya motif untuk melakukan pengkhianatan. Cuman ada dua Kesalahan Dreyfus. Pertama, tulisannya mirip dengan surat yg ditemukan, dan lebih parah lagi, dia satu2nya pejabat militer yg beragama Yahudi. Waktu itu, Militer Perancis dikenal anti Yahudi.

Lalu rumah Dreyfus digeledah, mereka tidak menemukan bukti apapun. Tapi inipun malah dianggap sebagai bukti betapa liciknya Dreyfus. Tidak hanya berkhianat, dia juga degan sengaja menghilangkan semua bukti. Lalu mereka memeriksa personal history-nya, bahkan menginterview guru sekolahnya. Ditemukan dia sangat cerdas, menguasai 4 bahasa, dan punya memori yg sangat tajam. Maka inipun dianggap sebagai "bukti" bahwa Dreyfus punya motif dan skill untuk kerja pada agen inteligen asing. Bukankah memang agen inteligen harus punya 3 skill itu?, benarkan?.

Maka Dryfus diajukan ke pengadilan militer, dan dinyatakan bersalah. Di depan publik, lencananya dilucuti, kancing baju dicabut, pedang militernya nya dipatahkan. Peristiwa ini dikenang sebagai "Degradation of Dryfus". Saat diarak oleh massa yg menghujat dia, Dryfus teriak, "Saya bersumpah saya tidak bersalah, saya masih layak untuk mengabdi pada negara, Hidup Perancis.. Hidup Angkatan Darat". Tapi semua orang sudah tidak peduli dengan teriakannya, dan Akhirnya dia dvonis dipenjara seumur hidup di Devil's Island, pada 5 Januari 1895.

Mengapa serombongan orang pintar dan berkuasa di Perancis waktu itu begitu yakin bahwa Dreyfus bersalah?. Dugaan bahwa Dreyfus memang sengaja dijebak, ternyata keliru. Para sejarawan meyakini bahwa Dryfus tidak dijebak, dia hanya menjadi korban dari sebuah fenomena yg disebut "MOTIVATED REASONING". Yaitu sebuah penalaran yg nampak sangat logis dan rasional, padahal semua itu hanyalah usaha mencari PEMBENARAN atas suatu ide yg telah diyakini sebelumnya. Tujuannya? termotivasi untuk membela atau menyerang ide tertentu, bukan mencari KEBENARAN secara jernih, dari pihak manapun kebenaran itu berasal.

Maka kalau kita sudah mengeras sikapnya untuk sangat pro/anti partai politik tertentu, atau sudah terlanjur gandrung/benci sama seseorang, maka kita akan cenderung mengalami "motivated reasoning" ini. Apapun pendapat orang lain yg kita anggap musuh akan nampak salah di pikiran "rasional" kita. Karena memang itulah hebatnya otak kita, selalu bisa menemukan alasan rasional kenapa mereka salah, dan saya benar. Kita akan bisa mencari 1000 bukti yg membenarkan sikap kita itu. Bahkan hal2 yg sifatnya netral tiba2 jadi nampak sebagai "bukti" dari kebenaran sikap kita ini. 

Kalau hati sudah dikuasai oleh cinta atau benci, dan berketetapan, pokoknya saya pro ini, anti itu, kita akan cenderung meyakini kebenaran segala pendapat yg mendukung pendapat kita, dan mengabaiakan segala argumen yg berlawanan dengan keyakinan kita. Kita jadi kehilangan akal sehat yg adil dan proporsional dalam menyikapi segala hal. Para psikolog menyebut kesesatan pikir yg mewabah akhir2 ini: CONFIRMATION BIAS. 

Fenomena confirmation bias dan motivated reasoning ini sudah sangat jamak ditemukan di sekitar kita, bahkan kadang kita pun ikut jadi pelaku utamanya. Karena hampir semua dari kita telah mengambil sikap untuk memilih partai tertentu, suka tokoh tertentu, punya agama/madzhab tertentu, bahkan mungkin menjadi anggota fanatik supporter klub sepak bola tertentu. Semua ini telah menjadikan kita secara otomatis mudah sekali terjebak dalam 2 kesesatan pikir di atas.

By the way busway, bagaimana dengan nasib Dryfus? Adalah Colonel Georges Picquart, yg walaupun dia juga anti Yahudi, mulai berpikir, bagaimana jika memang Dryfus tidak bersalah? bagaimana jika karena salah tangkap, penjahat sebenarnya masih berkeliaran dan terus membocorkan rahasia militer Perancis pada Jerman? Kebetulan dia menemukan ada pejabat militer lain yg tulisan tangannya lebih mirip dengan surat yg ditemukan, dibanding tulisan Dryfus. Singkat cerita, atas perjuangan Colonel Picquard, Dryfus baru dinyatakan tidak bersalah 11 TAHUN kemudian. 

Yg paling menakutkan dari Motivated Reasoning & Confirmation Bias ini adalah, pelakuknya seringkali tidak menyadari dan membela pendapatnya mati2an sambil menghujat pendapat lain yg berbeda, sehingga efeknya terjadi perang mulut, bahkan di beberapa negara, terjadi  genocida, dan perang saudara.

Maka bagaimana caranya agar kita bisa berpikir lebih adil dan jernih? Bukankah Al-qur'an (dan saya rasa juga kitab2 suci lain, secara substansial) menegaskan: "Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak adil terhadap mereka. Bersikap adil-lah, karena itu lebih dekat dengan taqwa.

Bagaimana agar kita selamat dari 2 sesat pikir diatas? agar kita bisa membuat prediksi yg akurat, membuat keputusan yang tepat, atau sekedar membuat good judgement? Menariknya, ini tidak berkaitan dengan seberapa pintar atau seberapa tinggi IQ kita atau gelar akademis kita. Kata para ahli tentang "good judgment", ini justru berkaitan erat dengan bagaimana anda"merasa" (how you feel). Berikut beberpa Tips untuk memiliki "penilaian yg jernih" :

1. Jangan Terlalu Emosional. Semakin kita emosional, semakin kita termotivasi untuk menyeleksi kebenaran. Semua argumen yg berlawanan akan cenderung kita abaikan. Sementara hoax-pun, asal cocok dengan selera kita akan buru2 kita yakini kebenarannya.

2. Pertahankan rasa Ingin tahu (Curiosity). Rasa penasaran ingin tahu ini akan membuat kita lebih ingin mengecek argumentasi dari dua kubu. Tidak cepat puas buru2 meyakini segala informasi yg masuk.

3. Milikilah hati dan pikiran yg terbuka (Open-Mind & Open-Heart). dengan bigini kita akan cenderung mau mendengarkan dan berempati atas posisi masing2 dari dua kubu yg berseteru. Jangan menutup diri hanya mau menerima informasi dari pihak yg pro sama kita, dan langsung mencurigai, bahkan menolak berita dari semua yg kita anggap pro lawan kita.

4. Jadilah orang yg Independen (grounded). Jangan mudah anut grubyuk ikut2an pendapat sesorang atau satu kelompok. Jangan letakkan harga diri kita berdasarkan omongan orang lain tentang kita. Silahkan pro ini atau anti itu. Tapi jangan overdosis, sampai menganggap segala hal yg dari pihak kita pasti benar dan segala hal yg dari pihak lawan pasti salah.

5. Milikilah kerendahan hati (Humbleness) bahwa memang kita punya keyakinan tertentu tentang segala hal (politik, sikap keagamaan, aliran pemikiran, dll) tapi dengarkan dengan empatik juga pendapat2 yg berlawanan dengan kita. Dan jika bukti2 menunjukkan kita memang salah, jangan sungkan2 untuk mengakui dan minta maaf.

Kesimpulannya, menurut Julia Galef, yg ceramahnya di TEDX mendasari tulisan ini:

"Untuk memiliki good judgment (penilaian yg jernih), khususnya untuk hal2 yg kontroversial, kita tidak terlalu membutuhkan kepintaran atau analisa yg canggih, tapi kita lebih membutuhkan kedewasaan psikologis dan pengelolaan emosi yg baik"

Jadi apa yg paling kita inginkan? 
Apakah membela mati2an pendapat subyektif kita?
Ataukah ingin melihat dunia dengan mata hati sejernih mungkin?


ted.com